Kebebasan berekspresi adalah suatu
hak untuk mengekspresikan diri dan pandangan (wacana, ide) seseorang dalam
suatu kata-kata yang diucapkan, tindakan, dicetak bahan. Dalam kebebasan
berekspresi ini ada yang namanya kebebasan pers.
Dalam Undang-undang No.40 tahun
1999 tentang pers pasal 4 ayat 1 dikatakan bahwa kebebasan pers adalah hak yang
diberikan oleh konstitusional atau perlindungan hukum yang berkaitan dengan
media dan bahan-bahan yang dipublikasikan seperti menyebarluaskan, pencetakan
dan penerbitan surat kabar, majalah, buku atau dalam material lainnya tanpa
adanya campur tangan atau perlakuan sensor dari pemerintah.
Dari
sebuah pengertian di atas maka bisa diambil suatu pemaknaan bahwa kebebasan pers adalah kebebasan dalam
menyampaikan wacana, ide kepada orang lain melalui media cetak maupun
elektronik seperti internet.
Memang,
jika dilihat tingkat kebebasan pers di di Negara ASEAN masih sangat rendah. Hal
ini bisa dilihat bahwa Negara-negara yang terletak di ASEAN masih berada pada
urutan 100 dan seterusnya. Ini membuktikan bahwa di Negara-negara ASEAN bahwa
ada dikotomi dalam menyampaikan pendapatnya terhadap sesuatu (baik orang lain,
atau benda) itu masih rendah dan masih ada pengawasan yang ketat oleh
pemerintah.
Salahkah
jika harus bebas berekspresi dalam pers?
Sebutlah di ataranya Filipina.
Sejak tahun 1994, sebagai yang dilansir oleh sayangi.com pada 5 Agustus 2013
bahwa telah tercatat 73 wartawan Filipina tewas dalam hal menyampaikan berita
sesuai koridor kewartawanannya. Hal ini membuktikan bahwa masih belum ada
kebebasan dalam Negara Filipina. Berdasarkan data di atas pula dapat dilihat
bahwa Filipina berada pada urutan ke-147. Sungguh mngecewakan. Maka, perlu
berhati-hati dalam menyampaikan pendapat atau ide/gagasan kepada pemerintah
atau orang lain. Jika salah dalam menyampaikan maka taruhannya nyawa.
Hal ini
pula mengakibatkan kurangnya berkembang Negara Filipina dalam hal membenahi
wilayah keamanannya dan pemerintahannya. Hal ini karena tidak bebasnya jurnalis
maupun masyarakat yang berani untuk menyampaikan pendapatnya. Karena taruhannya
adalah nyawa.
Meskipun Indonesia masih masih berada pada urutan 139, namun Indonesia telah mampu menangani permasalahan pers yang terjadi di negeri Indonesia. Sebagai contoh, di Indonesia saat terjadinya orde baru yang merupakan peralihan dari orde lama, Indonesia berada pada kungkungan penguasa. Siapa yang mengemukakan pendapat dan mencoba memberikan masukan kepada pemerintah dengan saran atau kritikkah itu tidak boleh. Jika ketahuan maka hal yang sama terjadi pada Filipina pun terulang, yaitu terjadinya kehilangan orang yang memberikan kritik tadi. Apakah orang yang kritik tadi masih hidupkah atau sudah tewaskah. Inilah beberapa bentuk dari rendahnya kebebaasan pers.
Meskipun Indonesia masih masih berada pada urutan 139, namun Indonesia telah mampu menangani permasalahan pers yang terjadi di negeri Indonesia. Sebagai contoh, di Indonesia saat terjadinya orde baru yang merupakan peralihan dari orde lama, Indonesia berada pada kungkungan penguasa. Siapa yang mengemukakan pendapat dan mencoba memberikan masukan kepada pemerintah dengan saran atau kritikkah itu tidak boleh. Jika ketahuan maka hal yang sama terjadi pada Filipina pun terulang, yaitu terjadinya kehilangan orang yang memberikan kritik tadi. Apakah orang yang kritik tadi masih hidupkah atau sudah tewaskah. Inilah beberapa bentuk dari rendahnya kebebaasan pers.
Dalam
hal menuju Komunitas ASEAN 2015 maka bagi Filipina dan negara-negara anggota ASEAN yang masih rendah tingkat kebebasana pers nya perlu adanya penyatuan visi, dan misi
terkait kebebasan pers ini. Perlu pensinkronan antara jurnalis, warga dan
pemerintah dalam hal menata ulang terkait kebebasan pers ini melalui hukum pers
yang berlaku nantinya. Jika saja ada kesalahan dalam penyampaian berita maka akan
ada korban yang tewas kembali. Tentu
kita tidak mengingkan hal ini terjadi kembali lagi. Selain hal tersebut bagi jurnalis pun perlu adanya pemberitaan yang santun. Jika kita berbicara dengan santun maka orang atau pemerintahan yang disindir pun akan bisa menerima dengan cara yang tidak frontal. Namun, jika ide yang diberikan dengan cara yang tidak santun maka kejadian hilang atau tewasnya jurnalis pun bisa saja terjadi kembali.
Oleh sabab itu, Mari bersama
membenahi kebebasan pers dalam hal menyampaikan yang baik dan bijak dalam
memberikan kritik. Bukan sebaliknya memberikan dengan sepedas-pedasnya.
Sampaikan kritik dengan halus dan mengena asalkan bisa merubah keadaan ke arah yang
lebih baik. Bersemangatlah !
gambar diambil di sini
2 komentar:
Yuk .. mari benahi ^__^
jadilah bangsa yang cerdas berpendapat dan memberikan solusi untuk negeri..
Posting Komentar